Pada tanggal 8
Desember 1941 Jepang yang menjadi sekutu Jerman, menyerang pangkalan armada
Amerika Serikat di Pearl Harbour (Pasifik). Sejak itu Perang Pasifik, yaitu
bagian Perang Dunia II di wilayah Pasifik dimulai. Sebulan sesudah itu Jepang
masuk dan menyerang Indonesia, mulai dari Tarakan (Kalimantan Timur), kemudian
Sumatera dan dilanjutkan Pulau Jawa pada dua minggu kemudian.
Pemerintah Hindia Belanda memaklumkan perang
pada Jepang lima jam setelah penyerbuan Pearl Harbour, tetapi pasukannya tidak
sebanding dengan pasukan Jepang yang menyerbu Indonesia. Belanda hanya memiliki
4 divisi sedangkan Jepang menyerang dengan 6 sampai 8 divisi, sehingga tidak
mengherankan bila Gubernur Jenderal Tjarda menyerah tanpa syarat pada Jepang di
Kalijati pada 8 Maret 1942. Kekalahan itu ditanda tangani oleh Panglima tentara
Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten, sedang pihak Jepang diwakili oleh
Jenderal Hitosyi Imamura.
Dengan masuknya Jepang tidak berarti Pergerakan Nasional
Indonesia akan berhenti. Gerakan Petisi seperti Wibowo dan Soetarjo yang muncul
pada tahun 1936-an tetap menjadi landasan perjuangan kaum pergerakan di masa
Jepang. Tujuan pergerakan ini adalah memberikan pemahaman agar pemerintah
militer Jepang dapat lebih memahami rakyat Indonesia untuk mencapai
kemerdekaannya.
Cita-cita
perjuangan telah tertanam pada kaum pergerakan. Oleh sebab itu Pemerintah
Militer Jepang tidak dapat menghindari terbentuknya organisasi-organisasi
seperti PUSAT TENAGA RAKYAT (PUTERA), Pemuda Menteng, Perhimpunan Kebangkitan
Rakyat dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini pada hakekatnya dimotori oleh
tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno. Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansur, Chairul
Saleh dan lain-lain.
Munculnya tokoh-tokoh pergerakan Nasional adalah konsekuensi
dari usaha untuk mensukseskan
perang Asia Timur Raya. Itulah sebabnya tokoh pergerakan seperti Hatta, Syahrir, Soekarno segera dibebaskan dari tahanan. Soekarno dan Hatta kemudian bersama-sama membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakyat ( PUTERA). Ternyata kegiatan PUTERA semakin membahayakan kedudukan Jepang, karena itu organisasi ini dibubarkan dan kemudian diganti dengan Perhimpunan Kebangkitan Rakyat (Jawa Hokokai). Selanjutnya baik di desa-desa maupun di kota juga dibentuk organisasi-organisasi pemuda seperti SEINENDAN dan KEIBODAN. Kedua organisasi ini dimaksudkan untuk membantu perang Jepang melawan Tentara Sekutu.
perang Asia Timur Raya. Itulah sebabnya tokoh pergerakan seperti Hatta, Syahrir, Soekarno segera dibebaskan dari tahanan. Soekarno dan Hatta kemudian bersama-sama membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakyat ( PUTERA). Ternyata kegiatan PUTERA semakin membahayakan kedudukan Jepang, karena itu organisasi ini dibubarkan dan kemudian diganti dengan Perhimpunan Kebangkitan Rakyat (Jawa Hokokai). Selanjutnya baik di desa-desa maupun di kota juga dibentuk organisasi-organisasi pemuda seperti SEINENDAN dan KEIBODAN. Kedua organisasi ini dimaksudkan untuk membantu perang Jepang melawan Tentara Sekutu.
Gencarnya pergerakan politik pada awal pendudukan Jepang membuat
pemerintah Jepang melarang semua kegiatan politik. Pada tanggal 21 Maret 1942
dikeluarkan surat keputusan untuk membubarkan semua organisasi yang bergerak di
bidang politik. Jepang hanya mengijinkan organisasi sosial seperti olah raga
dan kesenian. Organisasi politik dimungkinkan bila merupakan gerakan bersama
untuk kepentingan bangsa Asia seperti Gerakan 3 A.
Melalui Gerakan 3 A Jepang memperkenalkan diri sebagai pembela
Asia terhadap kekejaman Imperialisme Barat. Gerakan ini bersemboyan Nippon
pelindung Asia, Nippon cahaya Asia dan Nippon pemimpin Asia. Gerakan ini tidak
memperoleh simpati dari kaum pergerakan, apalagi dipimpin oleh seorang tokoh
yang tidak terkenal seperti Mr. Syamsudin.
Perang Pasifik adalah babak baru bagi perjuangan untuk mencapai
Indonesia merdeka. Pada tanggal 16 Juni tahun 1943 Perdana Menteri Jepang Tojo
memberikan kebijakan baru untuk memperluas bidang pendidikan dan kebudayaan
serta memberi kesempatan untuk ikut serta di bidang pemerintahan. Realiasi ini
terlihat dengan dibentuknya badan-badan pertimbangan di daerah dan pusat.
Pengangkatan orang-orang Indonesia untuk menduduki jabatan tinggi mulai nampak.
Di samping itu orang-orang Indonesia mulai menjadi anggota badan penasehat pada
badan-badan Pemerintahan Militer Jepang. Penempatan orang-orang pribumi pada
jabatan pemerintahan di setiap keresidenan mulai nampak.
Dalam masa pemerintahan Jepang di Indonesia, wilayah
pemerintahannya dibagi atas tiga bagian besar, pertama meliputi Jawa dan Madura
dengan pusat pemerintahan di Batavia. Wilayah ini di bawah kekuasaan pasukan
Tentara XVI. Kedua Wilayah Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Wilayah ini
di bawah kekuasaan pasukan Tentara XXV. Wilayah ketiga meliputi Irian Jaya,
Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi yang berpusat di Makassar. Wilayah ini di
bawah kekuasaan pasukan Armada Selatan II.
Menjelang akhir tahun 1944 Jepang mendapat kekalahan dalam
perang Pasifik. Akibatnya Kabinet Tojo jatuh dan digantikan oleh Kabinet
Jenderal Koiso. Dalam kebijakannya kabinet Jenderal Koiso mengumumkan apa yang
dikenal dengan janji kemerdekaan Indonesia di kelak kemudian hari. Berbagai
daerah pangkalan tentara Jepang dikuasai oleh Tentara Sekutu di bawah pimpinan
Amerika Serikat. Di antaranya adalah daerah Balikpapan. Pada bulan Maret 1945
Panglima Tentara di Jakarta mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( Dokuritsu Jumbi Cosakai).
Badan baru ini bermaksud menyelidiki masalah tata pemerintahan, ekonomi, politik dalam rangka pembentukan negara merdeka. Upacara peresmian dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945 di Pejambon yang dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi Jepang dan diikuti penaikan Bendera Merah Putih. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Widiodininggrat.
Dalam sidangnya pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 badan ini
telah melahirkan konsep dasar-dasar negara. Badan penyelidik ini kemudian
dibubarkan dan dibentuk badan baru Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Meskipun kekalahan Jepang sangat dirahasiakan, tetapi berkat
kecepatan para pemuda, berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu, sampai
juga pada pemimpin-pemimpin Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus 1945 bertempat
di Asrama Baperpi Cikini 71 Jakarta para pemuda dari berbagai kelompok
mengadakan rapat dibawah pimpinan Chaerul Saleh. Rapat memutuskan agar
kemerdekaan segera diproklamasikan oleh bangsa Indonesia sendiri. Para pemuda
lalu mengirimkan utusan kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk menyampaikan
hasil putusan rapat tersebut. Para pemuda juga minta agar pengumuman tentang
kemerdekaan Indonesia lepas dari segala ikatan dengan Jepang. Semula Soekarno-Hatta
menolak usul para utusan tadi dengan alasan bahwa mereka harus berembug dulu
dengan para pemimpin lainnya serta harus mendengarkan keterangan resmi tentang
penyerahan Jepang. Utusan yang terdiri atas pemuda Darwis dan Wikana akhirnya
kembali dan menyampaikan hasil penolakan tersebut. Penolakan tersebut
mempertajam perbedaan pendapat yang telah ada antara golongan tua dan golongan
muda. Golongan muda mendesak agar proklamasi segera dilaksanakan keesokan
harinya tanggal 16 Agustus 1945, sedang golongan tua masih menekankan perlunya
rapat dengan PPKI terlebih dahulu.
Adanya perbedaan pendapat itu mendorong golongan pemuda untuk
membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke luar kota, dengan tujuan untuk menjauhkan
mereka dari segala pengaruh Jepang. Demikianlah pada tanggal 16 Agustus 1945
pukul 4.30 para pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok kota
kecil di sebelah timur Jakarta.
Sementara itu di Jakarta tercapai kesepakatan antara golongan
tua dan golongan muda bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di
Jakarta. Mr. Ahmad Subardjo memberi jaminan bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Atas jaminan itu Bung Karno dan Bung
Hatta dibawa kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta Bung Karno dan Bung
Hatta langsung menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol Noomor 1 Di
rumah inilah naskah proklamasi disusun dan rumusannya berhasil diselesaikan
pada menjelang subuh tanggal 17 Agustus 1945.
No comments:
Post a Comment